Home

Saturday, September 22, 2018

SISTEM KEPERCAYAAN PADA MASA BERCOCOK TANAM



Pada masa bercocok tanam, kepercayaan masih sama namun sudah lebih meningkat dibandingkan masa sebelumnya. Pada masa ini dilakukan upacara-upacara penghormatan terhadap roh nenek moyang. Upacara yang paling mencolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Orang yang mati biasanya dibekali dengan berbagai macam perhiasan yang dipakai sehari-hari yang dikubur bersama. Maksudnya adalah agar roh yang meninggal tidak tersesat dalam perjalanan menuju ke tempat arwah nenek moyang atau asal-usulnya. Jika tempat sebagai tempat arwah terlalu jauh atau sukar dicapai, maka orang yang mati cukup dikuburkan di suatau tempat dengan meletakan badannya mengarah ke sebuah tempat yang dimaksud sebagai tempat roh tersebut.

Pada masa bercocok tanam, orang yang meninggal dunia mendapat penghormatan khusus. Dibuktikan dengan banyaknya benda-benda yang berupa susunan batu besar dalam berbagai bentuk dan biasanya disebut bangunan Megalithikum. Bangunan megalithik tersebar hampir di seluruh kepualuan di Indonesia. Bentuk bangunan yang bermacam-macam itu mempunyai maksud utama yaitu pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Bangunan yang paling tua mungkin berfungsi sebagai kuburan. Bentuk-bentuk tempat penguburan dapat berupa dolmen, peti batu, bilik batu, sarkofagus, kalamba atau bejna batu, waruga, batu kandang dan temu gelang. Di tempat-tempat penguburan seperti itu kadang-kadang ditemukan bangunan batu besar lainnya sebagai pelengkap pemujaan terhadap roh nenek moyang seperti menhir, patung nenek moyang, batu saji, batu lesung atau lumpang, batu dakon, punden berundak, pelinggih batu atau jalanan batu.

Beberpa jenis bentuk kuburan mengalami perkembangan pada fungsinya, misalnya domen mengalami variasi bentuk, yaitu dibuat untuk pelinggih roh atau tempat sesaji. Dolmen yang berkembang menjadi pelinggih diantara masyarakat megalithik yang telah maju digunakan sebagai tempat duduk kepala-kepala suku atau raja-raja yang masih hidup.

Tradisi mendirikan bangunan-bangunan megalithikum selalu berhubungan dengan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang telah mati. Terutama kepercayaan kepada adanya pengaruh yang kuat dari orang yang telah meninggal terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Bangunan-bangunan besar yang didirikan menjadi media penghormatan, tahta kedatangan sekaligus menjadi lambang orang yang sudah meninggal. Bangunan-banguan megalithikum tersebar di daerah-daerah asia tenggara yang sisa-sisanya dapat ditemukan di daerah-daerah Laos, Tonkin, Indonesia, Pasifik sampai Polinesia.

No comments:

Post a Comment