Home

Sunday, September 16, 2018

NEKARA PERUNGGU MASA PERUNDAGIAN



Nekara perunggu adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Bentuk Nekara ini dapat disamakan dengan dandang yang ditelengkupkan. Nekara mempunyai bentuk unik dengan pola-pola hias yang kompleks. Bentuk nekara umumnya tersusun dalam tiga bagian. Bagian atas merupakan berbentuk silinder dan bagian bawah berbentuk melebar. Pola hias pada nekara ini pada umumnya berbentuk pola hias geometrik dengan beberapa variasinya. Misalnya, pola hias bersusun, pola hias pilin, dan pola hias topeng.

Nekara dianggap sebagai benda suci yang digunakan pada saat upacara saja. Hal ini diperjelas dengan ditemukannya nekara di berbagai daerah dan diantaranya sampai sekarang masih tersimpan di Bali dengan ukuran 1,86 meter yang disimpan di pure penataran sasil desa Intaran.

Nekara merupakan benda atau alat upacara yang berfungsi sebagai genderang waktu perang, waktu upacara pemakaman, upacara minta hujan, dan sebagai bunda pusaka (benda keramat).

 Nekara banyak sekali ditemukan di Nusantara. Di pulau Bima dan Sumbawa, nekara-nekara perunggu memakai pola hiasan orang-orang yang sedang menari memakai hiasan bulu-bulu burung dan terdapat hiasan perahu. Hiasan perahu tersebut diduga merupakan perahu jenazah yang membawa arwah orang yang meninggal.

Di pulau Alor banyak nekara berukuran lebih kecil dan ramping daripada yang ditemukan di tempat-tempat lain. Nekara yang ditemukan di pulau Alor diberi nama Moko. Menurut penelitian dikatakan bahwa moko tersebut dibuat di Gresik dan dibawah oleh orang – orang Bugis ke daerahnya. Dibawa ke Nusa Tenggara sebagai barang dagangan.

Di daerah Manggarai (Flores) orang menamakan neraka dengan sebutan “Gendang Gelang” atau “Tambur”. Biasanya dimiliki oleh seorang kepala suku dan diturunkan kepada salah seorang anak laki-lakinya. Di Jawa neraka disebut “Tamra” atau “Tambra, dan di Maluku disebut “Tifa Guntur”.

Pada tahun 1704, G.E. Rumpius telah melaporkan hasil penelitiannya dengan mengemukakan tentang nekara dari Bali, yang kemudian dikenal dengan nama Bulan Pejeng. Kemudian E.C.Barehewitz menghasilkan hasil penelitiannya nekara dari Nusa Tenggara Timur pada tahun 1930. Sebelum itu, A.B.Mayer telah menemukan beberapa nekara di Jawa, Salayar, Luang, Roti, dan Leti. Bersama-sama dengan W.Fox, A.B.Mayer mengadakan perbandingan tentang benda-benda nekara yang ditemukan di Asia Tenggara dan mengambil kesimpulan, bahwa nekara-nekara perunggu itu pada dasarnya berpusat di Khemer dan kemudian menyebar ke Asia Tenggara termasuk penyebaran selanjutnya ke Indonesia.

No comments:

Post a Comment