1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan (Food Gathering)
Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat bergantung
pada alam yang masih sangat sulit karena keadaan alam yang belum stabil.
Letusan gunung berapi masih sering terjadi, aliran sungai kadang berpindah
sejalan dengan perubahan bentuk bumi.
Masyarakat pada zaman ini hidup nomaden (selalu
berpindah-pindah) untuk mencari daerah baru yang dapat memberikan makanan yang
cukup. Sumber makanan yang mereka cari biasanya berada di sekitar sungai,
danau, dan sumber – sumber air lainnya. Seperti ikan, kerang, dan binatang
buruan yang berkumpul di dikat sumber air tersebut. Disamping itu, tanah di
sekitar sungai biasanya subur dan ditumbuhi tanaman yang buah dan umbinya dapat
di makan.
Manusia bertempat tinggal sebagai tempat sementara, yang
dinilainya cukup aman dari gangguan binatang buas. Ada yang tinggal di daerah
pantai, namun adapula yang tinggal di daerah pedalaman. Mereka yang tinggal di
daerah pantai makanan utamanya adalah kerang dan ikan laut. Bekas tempat
tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dijumpai sampah dapur (kjokenmoddinger) berupa
sisa-sisa makanan yang berbentuk timbunan atau gugusan kulit anak panah atau
mata tombak yang berbentuk khusus untuk menangkap ikan.
Sedangkan yang tinggal di daerah pedalaman pada umumnya
memilih untuk tinggal di tepian sungai –sungai. Selain dari binatang buruan,
mereka hidup dari ikan di sungai. Dan kelompok yang lebih ke pedalaman lagi,
sisa-sisa tempat tinggalnya sering ditemukan di dalam gua – gua yang mereka
singgahi. Gua-gua ini biasanya terletak di lereng bukit yang cukup tinggi.
Untuk menghadapi berbagai ancaman, mereka hidup
berkelompok dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Kelompok berburu biasanya
tersusun dari keluarga kecil dengan jumlah kurang lebih 20 sampai 50 orang.
Tugas berburu dilakukan oleh orang laki-laki, sedangkan orang perempuan
mengumpulkan makan, mengurus anak, dan mengajari anaknya dalam meramu makanan.
Ikatan dalam kelompok pada masa ini sangat peniting untuk mendukung
berlangsungnya kegiatan bersama.
2. Masa Bercocok Tanam (Food Producing)
Kelompok-kelompok kecil pada masyarakat masa bercocok
tanam makin bertambah besar, karena masyarakat telah mulai menetap dan hidup
lebih teratur. Kelompok-kelompok perkampungan hidup menjadi kesatuan-kesatuan
yang lebih besar misalnya klan, marga, dan sebagainya yang menjadidasar
masyarakat Indonesia sekarang.
Perubahan hidup dari mengembara ke menetap mempengaruhi
aspek-aspek kehidupan lainnya. Cara hidup berburu dan meramu mulai
ditinggalkan. Mereka dapat menguasai alam dalam memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Berbagai jenis tumbuhan dibudidayakan dan beberapa hewan dijinakan
untuk dijadikan ternak.
Dalam kegiatan pertanian dibutuhkan satu organisasi yang
lebih luas yang berfungsi untuk mengelola dan mengatur kegiatan pertanian
tersebut. Dari organisasi itu kemudian menumbuhkan organisasi masyarakat yang
bersifat chiefdoms atau
masyarakat yang berkepemimpinan. Pengakuan terhadap pemimpin tidak sekedar
karena faktor keturunan. Tetapi juga dianggap mempunyai kekuatan yang lebih dan
berkedudukan tinggi.
Desa-desa kecil kemungkinan sudah mulai terbentuk. Pada
mulanya hanya berbentuk rumah agak kecil dan berdenah melingkar dengan atap
daun-daunan. Kemudian berkembang ke bentuk yang lebih besar yang dibangun
diatas tiang penyangga (rumah
panggung). Di bawah tiang penyangga rumah digunakan untuk memelihar
ternak. Apabila musim panen tiba mereka berpindah sementara di dekat
ladang-ladang dengan membangun gubuk-gubuk darurat.
Sebagai alat komunikasi dimunghkinkan mereka sudah
menggunakan bahasa. Parta ahli menduga, bahasa yang mereka gunakan adalah
bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun bahasa Autronesia.
Kelompok-kelompok profesi, hubungan perdagangan, dan
adanya kontak-kontak budaya mulai terbentuk, yang menyebabkan kegiatan
masyarakat semakin kompleks. Sehingga mulai muncul pelapisan masyarakat menurut
keahlian dan pekerjaannya. Hal ini juga mendorong perkembangan teknologi yang
mereka kuasai.
3. Masa Perundagian
Pada masa perundagian masyarakat telah hidup di desa-desa
di daerah pegunungan, dataran tinggi ataupun rendah, dan tepi pantai dengan
susunan masyarakatnya yang semakin teratur dan terpimpin. Masyarakat dipimpin
oleh ketua adat yang dipilih oleh masyarakat, yaitu orang tua yang memiliki
banyak pengetahuan dan pengalaman terutama mengenai adat serta
berwibara terhadap masyarakat.
Masyarakat pada masa ini sering melakukan upacara khusus
dalam acara penguburan mayat pemimpin mereka. Hal ini menunjukan masyarakat
telah memiliki norma-norma dalam kehidupan, terutama sikap menghargai
kepemimpinan seseorang. Walau masyarakat pada saat itu didasarkan atas gotong –
royong, namun telah berkembang norma-norma yang mengatur hubungan antara yang
dipimpin dan yang memimpin.
Masyarakat telah mengenal peraturan yang harus ditaati
oleh semuanya. Salah satunya penguburan mayat di tempayan yang hanya dilakukan
terhadap orang-orang yang berkedudukan penting dalam masyarakat. Selain itu,
terdapat aturan penggunaan harta kekayaan. Penguasaan dan pengambilan sumber
penghidupan diatur dalam tata tertib dan kebiasaan masyarakat. Pemakaian
barang-barang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari didasarkan atas sifat
magis dari barang-barang tersebut.
Masyarakat juga sangat taat kepada adat, diantaranya adat
gotong-royong, tolong—menolong, sambat-sinambat. Kebiasaan hidup berkelompok
berkembang menjadi lebih luas dalam kehidupan masyarakat secara
bergotong-royong. Gotong-royong merupakan kewajiban bagi setiap anggota
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam pembuatan alat-alat, dimana semuanya
dilakukan secara gotong-royong.
No comments:
Post a Comment