Home

Thursday, September 13, 2018

KEHIDUPAN SOSIAL AWAL MASYARAKAT INDONESIA


KEHIDUPAN SOSIAL AWAL MASYARAKAT INDONESIA



https://cf.dvh.bz/library/6/4/7/9/6479_840x576.jpg



1.       Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan (Food Gathering)
Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat bergantung pada alam yang masih sangat sulit karena keadaan alam yang belum stabil. Letusan gunung berapi masih sering terjadi, aliran sungai kadang berpindah sejalan dengan perubahan bentuk bumi.

Masyarakat pada zaman ini hidup nomaden (selalu berpindah-pindah) untuk mencari daerah baru yang dapat memberikan makanan yang cukup. Sumber makanan yang mereka cari biasanya berada di sekitar sungai, danau, dan sumber – sumber air lainnya. Seperti ikan, kerang, dan binatang buruan yang berkumpul di dikat sumber air tersebut. Disamping itu, tanah di sekitar sungai biasanya subur dan ditumbuhi tanaman yang buah dan umbinya dapat di makan.

Manusia bertempat tinggal sebagai tempat sementara, yang dinilainya cukup aman dari gangguan binatang buas. Ada yang tinggal di daerah pantai, namun adapula yang tinggal di daerah pedalaman. Mereka yang tinggal di daerah pantai makanan utamanya adalah kerang dan ikan laut. Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dijumpai sampah dapur (kjokenmoddinger) berupa sisa-sisa makanan yang berbentuk timbunan atau gugusan kulit anak panah atau mata tombak yang berbentuk khusus untuk menangkap ikan.

Sedangkan yang tinggal di daerah pedalaman pada umumnya memilih untuk tinggal di tepian sungai –sungai. Selain dari binatang buruan, mereka hidup dari ikan di sungai. Dan kelompok yang lebih ke pedalaman lagi, sisa-sisa tempat tinggalnya sering ditemukan di dalam gua – gua yang mereka singgahi. Gua-gua ini biasanya terletak di lereng bukit yang cukup tinggi.

Untuk menghadapi berbagai ancaman, mereka hidup berkelompok dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Kelompok berburu biasanya tersusun dari keluarga kecil dengan jumlah kurang lebih 20 sampai 50 orang. Tugas berburu dilakukan oleh orang laki-laki, sedangkan orang perempuan mengumpulkan makan, mengurus anak, dan mengajari anaknya dalam meramu makanan. Ikatan dalam kelompok pada masa ini sangat peniting untuk mendukung berlangsungnya kegiatan bersama.


2.       Masa Bercocok Tanam (Food Producing)
Kelompok-kelompok kecil pada masyarakat masa bercocok tanam makin bertambah besar, karena masyarakat telah mulai menetap dan hidup lebih teratur. Kelompok-kelompok perkampungan hidup menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar misalnya klan, marga, dan sebagainya yang menjadidasar masyarakat Indonesia sekarang.

Perubahan hidup dari mengembara ke menetap mempengaruhi aspek-aspek kehidupan lainnya. Cara hidup berburu dan meramu mulai ditinggalkan. Mereka dapat menguasai alam dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Berbagai jenis tumbuhan dibudidayakan dan beberapa hewan dijinakan untuk dijadikan ternak.

Dalam kegiatan pertanian dibutuhkan satu organisasi yang lebih luas yang berfungsi untuk mengelola dan mengatur kegiatan pertanian tersebut. Dari organisasi itu kemudian menumbuhkan organisasi masyarakat yang bersifat chiefdoms atau masyarakat yang berkepemimpinan. Pengakuan terhadap pemimpin tidak sekedar karena faktor keturunan. Tetapi juga dianggap mempunyai kekuatan yang lebih dan berkedudukan tinggi.

Desa-desa kecil kemungkinan sudah mulai terbentuk. Pada mulanya hanya berbentuk rumah agak kecil dan berdenah melingkar dengan atap daun-daunan. Kemudian berkembang ke bentuk yang lebih besar yang dibangun diatas tiang penyangga (rumah panggung). Di bawah tiang penyangga rumah digunakan untuk memelihar ternak. Apabila musim panen tiba mereka berpindah sementara di dekat ladang-ladang dengan membangun gubuk-gubuk darurat.

Sebagai alat komunikasi dimunghkinkan mereka sudah menggunakan bahasa. Parta ahli menduga, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun bahasa Autronesia.

Kelompok-kelompok profesi, hubungan perdagangan, dan adanya kontak-kontak budaya mulai terbentuk, yang menyebabkan kegiatan masyarakat semakin kompleks. Sehingga mulai muncul pelapisan masyarakat menurut keahlian dan pekerjaannya. Hal ini juga mendorong perkembangan teknologi yang mereka kuasai.


3.       Masa Perundagian

Pada masa perundagian masyarakat telah hidup di desa-desa di daerah pegunungan, dataran tinggi ataupun rendah, dan tepi pantai dengan susunan masyarakatnya yang semakin teratur dan terpimpin. Masyarakat dipimpin oleh ketua adat yang dipilih oleh masyarakat, yaitu orang tua yang memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman terutama mengenai adat  serta berwibara terhadap masyarakat.

Masyarakat pada masa ini sering melakukan upacara khusus dalam acara penguburan mayat pemimpin mereka. Hal ini menunjukan masyarakat telah memiliki norma-norma dalam kehidupan, terutama sikap menghargai kepemimpinan seseorang. Walau masyarakat pada saat itu didasarkan atas gotong – royong, namun telah berkembang norma-norma yang mengatur hubungan antara yang dipimpin dan yang memimpin.

Masyarakat telah mengenal peraturan yang harus ditaati oleh semuanya. Salah satunya penguburan mayat di tempayan yang hanya dilakukan terhadap orang-orang yang berkedudukan penting dalam masyarakat. Selain itu, terdapat aturan penggunaan harta kekayaan. Penguasaan dan pengambilan sumber penghidupan diatur dalam tata tertib dan kebiasaan masyarakat. Pemakaian barang-barang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari didasarkan atas sifat magis dari barang-barang tersebut.

Masyarakat juga sangat taat kepada adat, diantaranya adat gotong-royong, tolong—menolong, sambat-sinambat. Kebiasaan hidup berkelompok berkembang menjadi lebih luas dalam kehidupan masyarakat secara bergotong-royong. Gotong-royong merupakan kewajiban bagi setiap anggota masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam pembuatan alat-alat, dimana semuanya dilakukan secara gotong-royong.

No comments:

Post a Comment